Belum ada judul

Belum ada judul
Kamehameha

Rabu, 15 Juni 2011

Ironi Kemiskinan di Jember



Sungguh mengejutkan, saat sejumlah media massa memunculkan data kemiskinan di Jember. Berdasarkan hasil pendataan sosial ekonomi oleh Badan Pusat Statistk pada tahun 2008, jumlah rumah tangga miskin di Jember mencapai 237.700 rumah tangga. Dengan jumlah ini, Kabupaten Jember menempati peringkat pertama dengan jumlah rumah tangga miskin terbanyak se-Jawa Timur.


Sungguh mengejutkan, saat sejumlah media massa memunculkan data kemiskinan di Jember. Berdasarkan hasil pendataan sosial ekonomi
oleh Badan Pusat Statistk pada tahun 2008, jumlah rumah tangga miskin di Jember mencapai 237.700 rumah tangga. Dengan jumlah ini,
Kabupaten Jember menempati peringkat pertama dengan jumlah rumah tangga miskin terbanyak se-Jawa Timur.
Keterkejutan berbagai pihak, mulai dari pejabat hingga masyarakat memang beralasan. Pasalnya, Jember termasuk 4 besar kabupaten kaya di
Jawa Timur dengan kekuatan APBD tahun ini mencapai Rp 1,3 triliun lebih. Jadi, agak tidak wajar rasanya kalau dengan APBD yang demikian
tinggi kemiskinan masih terus bergelayut di Jember.
Fakta kemiskinan di Jember ini kemudian mengungkap beberapa fakta yang lain. Meski telah banyak program pengentasan kemiskinan yang
digagas pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, ternyata tidak serta-merta menghapus kemiskinan itu sendiri. Seperti
program bantuan langsung tunai (BLT), PNPM Mandiri, Jamkesmas, Program Keluarga Harapan (PKH), ataupun yang secara spesifik
dilaksanakan Pemkab Jember misalnya program penerangan jalam umum (PJU) di 9.000 titik yang memakan anggaran Rp 85 miliar pada
tahun 2008. Tiap bulan beban APBD Jember untuk pembayaran rekening listrik PJU mencapai Rp 4 miliar lebih.
Biaya bulanan rekening listrik PJU tersebut setara dengan kebutuhan anggaran setengah tahun yang diminta RSUD dr Subandi Jember guna
melayani sekitar 7.200 pasien miskin yang tidak terdata dalam daftar penerima Jamkesmas. Sayangnya, permintaan itu ditolak oleh Pemkab
dengan alasan anggaran yang sangat terbatas.
Belum lagi anggaran pendamping dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang hingga kini juga belum disetujui sehingga terdapat sekitar
115.521 anak usia sekolah di Jember rawan putus sekolah lantaran tidak kuat membayar biaya pendidikan yang semakin tidak terjangkau.
Pemkab Jember telah membiarkan mereka menjadi anak jalanan dengan menjual koran, mengamen, dan mengemis.
Anehnya tahun ini Pemkab Jember lebih mengedepankan anggaran Rp 500 juta bagi masing-masing desa yang dinilai sarat muatan politis
menjelang hajat pilkada Jember. Terhitung, untuk kebutuhan tersebut, uang rakyat tersedot sampai Rp 124 miliar.
Episode kemiskinan di Jember memang selalu berkisah tentang orang-orang yang kalah dan dikalahkan dalam konteks pendidikan dan
kesehatan. Dua hal yang menghadirkan cerita perih dan mengharu biru karena mereka harus teralienasi untuk mendapat layanan pendidikan
dan kesehatan yang layak.
Prorakyat
Dalam analisis kebijakan publik, postur tubuh APBD Pemkab Jember dalam 3 tahun terakhir memang terasa kurang ideal jika direlasikan
dengan jumlah kemiskinan. Pada zoning kebijakan publik, kemiskinan menempati kuadran tiga dan merupakan problematika yang semua pihak
sepakat harus dihapus, tetapi menghadapi persoalan metodologis. Karena menempati kuadran penting dan kritis, seharusnya politik anggaran
memuat program-program prorakyat. Persoalannya, politik anggaran Pemkab Jember sekarang ini tidak netral dan justru mengingkari hak-hak
dasar masyarakat. APBD Jember yang pembahasannya diageni pejabat memuat kontradiksi-kontradiksi sosial dan tidak sepenuhnya
merefleksikan isu publik. Suara-suara dari si miskin hilang ditelan angin dan tertabrak hiruk-pikuk kepentingan sesaat para pembuat kebijakan.
Jadi, tidak heran kalau kemiskinan di Jember terus berlangsung, bahkan jumlahnya bertambah.
Bagi saya, merupakan pekerjaan yang telampau mudah meloloskan permintaan anggaran Rp 8 miliar untuk pengobatan pasien miskin
non-jamkesmas selama setahun. Tidak perlu pikir panjang mengalokasikan dana BOS untuk menyelamatkan generasi bangsa dari
keterperukuan berkepanjangan karena kemiskinan.
Kenyataannya APBD yang sudah tersedot maksimal untuk belanja pegawai dan dana sharing program pemerintah pusat, masih diperparah
dengan gebyar program-program pembangunan fisik yang malah menggusur eksistensi si miskin. Kenyataannya pula pembangunan fisik yang
diluncurkan Pemkab Jember berumur pendek. Baru hitungan minggu, bangunan sudah banyak yang rusak parah.
Atas kondisi itu, Pemkab Jember harus segera berbenah dan bangkit membangun kesadaran kritisnya supaya tidak terus-menerus terpuruk
pada kemiskinan. Perlu meluruskan kembali ruh APBD agar benar-benar berpihak kepada rakyat miskin. Sebab, dilihat dari 4 program prioritas
APBD Jember, sektor pendidikan dan kesehatan selalu menempati posisi pertama dan kedua, diikuti selanjutnya pembangunan infrastruktur
dan pembangunan ekonomi. Nur Elya Anggraini Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Publik Program Pascasarjana Universitas Jember
Sumber;http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/11/15562229/ironi.kemiskinan.di.jember

1 komentar:

  1. keren blognya om,,
    folback yah,, :)
    http://emanggokil.blogspot.com/

    BalasHapus