Belum ada judul

Belum ada judul
Kamehameha

Sabtu, 04 Juni 2011

Pada Dasarnya Semua Ajaran Agama Adalah Baik (bahwa tidak ada agama yang mengajarkan kejelekan...)

Para pengajar agama berhak untuk membanggakan ajarannya, tetapi sangat disayangkan cenderung berlebihan dengan membandingkan ajarannya untuk merendahkan ajaran agama atau aliran lain, terlebih-lebih akan ajaran yang telah berakar di bumi nusantara ini. Para pengajar juga banyak memberikan kesaksian yang bersifat pribadi, tanpa melihat dampak yang menyinggung perasaan umat aliran dan agama lainnya. Masih banyak lagi ketidak tahuan mereka, yang dapat berakibat fatal bagi seluruh mahluk. Semua ini dapat terjadi, karena ketidak tahuan mereka akan alamiah keadaan spiritual beragama di Indonesia. 
*intisari ajaran hindu
Hindu ditandai dengan sifat rasional yang sangat kuat. Melalui jalan berliku dari harapan samar dan renunsiasi praktis, dogma-dogma ketat dan petualangan jiwa yang tidak mengenal takut, melalui empat atau lima melinium upaya-upaya tanpa henti dalam bidang menthapisik dan teologi para Maharesi Hindu telah mencoba untuk menangkap masalah-masalah terakhir dalam suatu kesetiaan kepada kebenaran dan perasaan atas kenyataan. Peradaban brahmanikal, terlatih menilai masalah-masalah tanpa emosi dan mendasarkan kesimpulan mereka atas pengalaman-pengalaman fundamental.

Hal yang menuntun para Maharesi Hindu untuk mengangkat pernyataan mengenai Tuhan (Hakikat kenyataan) adalah kefanaan. Dunia terbuka bagi pandangan kita yang obyektif tampak bagi mereka melampaui dirinya tanpa akhir (endless Surpassing of it self). Mereka bertanya: Apakah semua ini akan lenyap, atau apakah kutuk yang menelan hal-hal ini menemukan kendalinya di suatu tempat entah di mana? Dan mereka menjawab: Ada sesuatu di dunia ini tak digantikan, suatu yang mutlak yang tak dapat dihancurkan, yaitu Tuhan. Pengalaman mengenai yang tak terbatas ini (Tuhan) diberikan kepada kita semua pada beberapa kesempatan ketika kita menangkap kilatan rahasia yang amat kuat, dan merasakan kehadiran dari jiwa yang lebih besar dan menyelimuti kita dalam kejayaan. Bahkan pada saat tragis dalam kehidupan, ketika kita merasa diri kita miskin dan yatim-piatu keagungan Tuhan dalam diri kita membuat kita merasa bahwa kesalahan dan kesedihan dunia hanyalah kecelakaan kecil (incident) dalam sebuah drama yang lebih besar yang akan berakhir dalam kekuasaan, kemegahan dan kasih. Upanisad-upanisad mengatakan: "Bila tak ada semangat kebahagian di alam semesta ini, siapa yang dapat hidup dan bernafas dalam dunia kehidupan ini?" Secara filsafah Tuhan adalah Brahman yang memiliki identitas sendiri yang mengungkapkan (mewahyukan) dirinya dalam segalanya, menjadi landasan permanen dari proses dunia. Secara agama ia diihat sebagai kesadaran jiwa yang suci, hamil dengan seluruh gerak dunia, dengan evolusi dan involusinya.
Melalui perjalanan karirnya yang panjang, keesaan Tuhan telah menjadi cita-cita yang menuntun (governing ideal) dari agama Hindu. Reg Weda memberitahu kita mengenai Tuhan, Satu Hakekat Kenyataan Terakhir, Ekam Sat, mengenai Dia para terpelajar menyebutnya dengan berbagai nama. Upanisad-Upanisad juga mengatakan bahwa Tuhan yang satu itu disebut dengan berbagai nama sesuai dengan tingkat kenyataan dimana Dia dilihat berfungsi.
Konsepsi mengenai Tri Murti muncul dari periode epik, dan dimantapkan dalam
zaman Purana-Purana. Analogi dari kesadaran manusia, dengan tiga lapis kegiatan, yaitu mengetahui (cognition), merasa (emotion), dan kehendak (will), menyarankan pandangan mengenai Tuhan sebagai Sat, Cit dan ananta Kenyataan (reality), kebijaksanaan (wisdom) dan kebahagian (joy). Triguna yaitu sattwa atau ketenangan, lahir dan kebijaksanaan, rajas atau energi lahir dari rasa yang penuh semangat, dan tamas, kelambanan, lahir sebagai akibatnya kurangnya kendali dan pencerahan, adalah merupakan unsur-unsur dari semua eksistensi. Bahkan Tuhan juga dianggap tidak kecualikan dari hukum serba Tiga ini (trilicity), dari keseluruhan mahluk hidup.
Tiga fungsi dari utpeti (shristi) atau penciptaan stiti atau pemeliharaan dan pamralaya (pralina) atau penghancuran (peleburan) juga berasal dari Tri Guna ini. Wisnu Sang Pemelihara alam semesta adalah Jiwa Tertinggi yang didominasi oleh sifat sattwa, Brahman Sang Pencipta alam semesta adalah Jiwa Tertinggi yang didominasi oleh sifat rajas dan Siwa Sang Pemrelina alam semesta adalah Jiwa Tertinggi yang didominasi oleh sifat tamas. Tiga Sifat dari Tuhan Yang Tunggal dikembangkan menjadi tiga pribadi yang berbeda. Dan masing-masing pribadi itu dianggap berfungsi melalui sakti atau energinya masing-masing: Uma, Saraswati dan Laksmi. Secara harfiah ketiga sifa-sifat dan fungsi-fungsi ini seimbang di dalam Tuhan Yang Tunggal sehingga Dia dikatakan tidak memiliki sifat-sifat sama sekali. Satu Tuhan yang tidak dapat dipahami yang Maha Mengetahui, Maha Kuasa dan ada di mana-mana, tempat berbeda bagi pikiran yang berbeda dalam cara yang berbeda. Satu teks kuno mengatakan bahwa bentuk diberikan kepada yang tak berbentuk bagi kepentingan manusia.
Dengan keterbukaan pikiran yang merupakan sifat dan filsafat, orang Hindu percaya akan relativitas dari keyakinan mayarakat umum yang memeluk keyakinan itu. Agama bukanlah sekedar teori mengenai yang supernatural yang dapat kita pakai atau kita tinggalkan semau kita. Agama merupakan pernyataan dari pengalaman spiritual dari bangsa yang bersangkutan, catatan dari evolusi sosialnya, bagian tak terpisahkan dari suatu mayarakat di atas di mana ia didirikan. Bahwa orang yang berbeda akan memeluk keyakinan yang berbeda, bukanlah sesuatu yang tidak alamiah. Ini adalah semua masalah cita rasa dan temperamen. Ruchinan vaichitriyat. Ketika bangsa Arya bertemu dengan penduduk asli yang menyembah berbagai macam dewa-dewa, meraka merasa tidak terpanggil untuk menggantikannya seketika itu dengan keyakinan mereka. Pada akhirnya semua manusia mencari Tuhan yang satu. Menurut Bagawad Gita Tuhan tidak akan menolak keinginan pemuja-Nya semata-mata karena mereka tidak merasakan kekacauan dan kebingungan. Guru-guru besar dunia yang memiliki cukup penghormatan terhadap sejarah tidak akan mencoba menyelamatkan dunia dalam generasi mereka dengan memaksakan pertimbangan-pertimbangan mereka yang maju terhadap mareka yang tidak mengerti atau menghargainya.
Para Maharesi Hindu, sementara mempraktekan ideal yang tinggi, memahami ketidak siapan rakyat untuk itu, dan karena itu melakukan pelayanan dengan lemah lembut dari pada pemaksaan yang liar. Mereka mengakui dewa-dewa yang lebih rendah dan di puja oleh orang banyak dan memberitahu mereka bahwa dewa-dewa itu semua berkedudukan lebih rendah dari Brahman atau Tuhan Yang Tunggal: sementara beberapa menemukan dewa-dewa di air, yang lain di surga, yang lain dalam benda-benda dunia, orang bijaksana menemukan Tuhan yang benar, yang keagunganNya hadir di mana-mana, di dalam Atman. Sloka yang lain mengatakan: "Manusia tindakan (man of action) menemukan Tuhan dalam api, manusia perasaan (men of feeling) menemukan Tuhan dalam hati, manusia yang masih rendah kemampuan berpikirnya menemukan Tuhan dalam patung, tapi manusia yang kuat secara spiritual menemukan Tuhan di mana-mana."
Sistem agama dan falsafah Hindu mengakui evolusi dan involusi dunia secara periodik yang mempresentasikan detak jantung universal, yang selalu diam dan selalu aktif. Seluruh dunia merupakan pengejawantahan dari Tuhan. Sayana mengamati bahwa segala sesuatu adalah wahana atau kendaraan tadi manifestasi Jiwa Yang Tertinggi (Tuhan). Mahluk dibedakan dalam beberapa tingkatan. "Di antara mahluk, yang bernafas yang tertinggi; di antara ini, mereka yang telah mengembangkan pikirannya; di antara ini, mereka yang telah mempergunakan pengetahuannya; sementara yang tertinggi adalah mereka yang dikuasai oleh perasaan mengenai kesatuan dari semua kehidupan dalam Tuhan. Jiwa yang satu mengungkapkan dirinya melalui tingkatan yang berbeda."
Yang tak terbatas dalam diri manusia tidak dapat dipuaskan oleh bentuk dunia terbatas yang fana. Kebebasan adalah harta milik kita, bila kita lari dari apa yang sementara dan terbatas dalam diri kita. Makin banyak hidup kita memanifestasikan yang tak terbatas dalam diri kita, makin tinggi kita berada dalam tingkatan hidup. Manifestasi yang paling tinggi disebut Awatara atau inkarnasi dari Tuhan. Ini bukanlah suatu yang tidak biasa, satu mikjijat Tuhan, tetapi hanya manifestasi yang lebih tinggi dari prinsip tertinggi, berbeda dari yang umum yang lebih rendah dalam derajat saja. Bagawad Gita mengatakan bahwa sekalipun Tuhan ada dan bergerak dalam segalanya, Dia memanifestasikan dirinya dalam derajat khusus dalam hal-hal yang indah. Para Maharesi dan para Buddha, para Nabi dan Mesiah, merupakan pengungkapan terdalam dari jiwa universal. Bagawad Gita menjanjikan bahwa mereka akan muncul bilamana mereka diperlukan. Bila kecenderungan meteralis yang merendahkan atau mendominasi kehidupan, seorang Rama atau Krishna atau seorang Buddha akan datang kedunia untuk memperbaiki harmoni kebenaran. Dalam manusia yang telah memutuskan kekuasaan indria, membuka hati yang penuh kasih, dan memberikan kita inpirasi akan kasih, kebenaran dan keadilan, kita memiliki konsentrasi yang kuat mengenai Tuhan. Mereka mengungkapkan kepada kita jalan, kebenaran dan hidup. Mereka tentu saja melarang penyembahan buta terhadap diri mereka, karena ini akan menurunkan pengejawantahan dari Jiwa yang Agung. Rama mengungkapkan dirinya tidak lebih dari anak seorang manusia. Seorang Hindu yang mengetahui sesuatu mengenai keyakinannya siap untuk memberikan rasa hormat kepada setiap penolong kemanusiaan. Dia percaya bahwa Tuhan berinkarnasi dalam seorang manusia. Manifestasi suci bukanlah pelanggaran terhadap kepribadian manusia sebaliknya, ia merupakan drajat kemungkinan tertinggi dari pengejawantahan-diri manusia yang alamiah sebab hakikat sebenarnya dari manusia adalah suci.
Tujuan dari hidup adalah pengungkapan secara perlahan dari yang abadi dalam diri kita, dari eksistensi kemanusiaan kita. Kemajuan umum diatur oleh karma atau hukum sebab akibat moral. Agama Hindu tidak percaya akan satu Tuhan yang dari kursi-pengadilannya menimbang tiap kasus secara terpisah dan menetapkan balasannya. Dia tidak melalukan keadilan dari luar, menambah atau mengurangi hukuman berdasarkan kehendakNya sediri. Tuhan ada "dalam" manusia, dan demikian juga karma hukum adalah merupakan bagian organik dari kakekat manusia. Setiap saat ada pada pengadilannya sendiri, dalam setiap usaha yang jujur akan memberikan dia kebaikan dalam upaya internalnya. Karakter yang kita bangun akan berlanjut ke masa depan sampai kita menyadari kesatuan kita dengan Tuhan. Anak-anak Tuhan, yang dalam pandangannya satu tahun adalah seperti satu hari, tidaklah merasa perlu kecil hati bila tujuan kesempurnaan itu tidak tercapai dalam suatu kehidupan. Kelahiran kembali diterima oleh semua penganut Hindu. Dunia ini dipelihara oleh kesalahan-kesalahan kita. Kekuatan-kekuatan yang menyatukan ciptaan adalah hidup kita yang terpatah-patah yang perlu diperbaharui. Alam semesta telah muncul dan lenyap berulang-kali tak terhitung di masa lampau yang panjang, dan akan terus berlanjut dilebur dan dibentuk kembali melalui keadilan yang tak dapat dibayangkan di masa yang akan datang.

*Sifat Agung Sang Buddha

Sang Buddha menjelang Parinirwana.
Seorang Buddha memiliki sifat Cinta Kasih (maitri atau metta) dan Kasih Sayang (karuna). Cinta Kasih dan Kasih Sayang seorang Buddha tidak terbatas oleh waktu dan selalu abadi, karena telah ada dan memancar sejak manusia pertama kalinya terlahir dalam lingkaran hidup roda samsara yang disebabkan oleh ketidaktahuan atau kebodohan batinnya. Jalan untuk mencapai Kebuddhaan ialah dengan melenyapkan ketidaktahuan atau kebodohan batin yang dimiliki oleh manusia. Pada waktu Pangeran Siddharta meninggalkan kehidupan duniawi, ia telah mengikrarkan Empat Prasetya yang berdasarkan Cinta Kasih dan Kasih Sayang yang tidak terbatas, yaitu
  1. Berusaha menolong semua makhluk.
  2. Menolak semua keinginan nafsu keduniawian.
  3. Mempelajari, menghayati dan mengamalkan Dharma.
  4. Berusaha mencapai Pencerahan Sempurna.
Buddha Gautama pertama melatih diri untuk melaksanakan amal kebajikan kepada semua makhluk dengan menghindarkan diri dari sepuluh tindakan yang diakibatkan oleh tubuh, ucapan dan pikiran, yaitu
  • Tubuh (kaya): pembunuhan, pencurian, perbuatan jinah.
  • Ucapan (vak): penipuan, pembicaraan fitnah, pengucapan kasar, percakapan tiada manfaat.
  • Pikiran (citta): kemelekatan, niat buruk dan kepercayaan yang salah.
Cinta kasih dan kasih sayang seorang Buddha adalah cinta kasih untuk kebahagiaan semua makhluk seperti orang tua mencintai anak-anaknya, dan mengharapkan berkah tertinggi terlimpah kepada mereka. Akan tetapi terhadap mereka yang menderita sangat berat atau dalam keadaan batin gelap, Sang Buddha akan memberikan perhatian khusus. Dengan Kasih Sayang-Nya, Sang Buddha menganjurkan supaya mereka berjalan di atas jalan yang benar dan mereka akan dibimbing dalam melawan kejahatan, hingga tercapai "Pencerahan Sempurna".
Sebagai Buddha yang abadi, Beliau telah mengenal semua orang dan dengan menggunakan berbagai cara Beliau telah berusaha untuk meringankan penderitaan semua makhluk. Buddha Gautama mengetahui sepenuhnya hakekat dunia, namun Beliau tidak pernah mau mengatakan bahwa dunia ini asli atau palsu, baik atau buruk. Ia hanya menunjukkan tentang keadaan dunia sebagaimana adanya. Buddha Gautama mengajarkan agar setiap orang memelihara akar kebijaksanaan sesuai dengan watak, perbuatan dan kepercayaan masing-masing. Ia tidak saja mengajarkan melalui ucapan, akan tetapi juga melalui perbuatan. Meskipun bentuk fisik tubuh-Nya tidak ada akhirnya, namun dalam mengajar umat manusia yang mendambakan hidup abadi, Beliau menggunakan jalan pembebasan dari kelahiran dan kematian untuk membangunkan perhatian mereka.
Pengabdian Buddha Gautama telah membuat diri-Nya mampu mengatasi berbagai masalah di dalam berbagai kesempatan yang pada hakekatnya adalah Dharma-kaya, yang merupakan keadaan sebenarnya dari hakekat yang hakiki dari seorang Buddha. Sang Buddha adalah pelambang dari kesucian, yang tersuci dari semua yang suci. Karena itu, Sang Buddha adalah Raja Dharma yang agung. Ia dapat berkhotbah kepada semua orang, kapanpun dikehendaki-Nya. Sang Buddha mengkhotbahkan Dharma, akan tetapi sering terdapat telinga orang yang bodoh karena keserakahannya dan kebenciannya, tidak mau memperhatikan dan mendengarkan khotbah-Nya. Bagi mereka yang mendengarkan khotbah-Nya, yang dapat mengerti dan menghayati serta mengamalkan Sifat Agung Sang Buddha akan terbebas dari penderitaan hidup. Mereka tidak akan dapat tertolong hanya karena mengandalkan kepintarannya sendiri.
*P E M U J A A N  K E P A D A   R O H
Permasalahan seputar roh dan keberadaannya setelah kematian banyak disalahfahami oleh mayoritas kaum muslimin. Bahkan kecenderungan pemikiran kebanyakan kaum muslimin tersebut mengarah kepada pemahaman animisme, yaitu kepercayaan bahwa arwah orang yang telah meninggal dunia mampu mem bantu keluarganya atau kerabatnya atau orang-orang lain yang masih hidup di dunia. Kepercayaan berbau animisme ini malah dikemas dalam berbagai ritual yang dinisbatkan kepada agama Islam, padahal keseluruhan ritual tersebut ber-tentangan dengan ajaran tauhid dan syari’at Islam.
Animisme secara bahasa berasal dari kata “anima” yang bermakna roh, sehingga faham animisme bermakna kepercayaan bahwa roh itu mampu membe rikan manfa’at kepada kehidupan manusia. Kepercayaan animisme inilah yang di anut oleh bangsa-bangsa primitif yang ada di berbagai penjuru dunia. Masing-masing suku memiliki sederetan nama arwah leluhur yang dipuja dan dimintaii pertolongan. Demikian pula setiap keluarga memiliki sejumlah nama arwah yang menjadi pelindung keluarganya.
Dalam beberapa kalangan masyarakat animisme, interaksi antara orang yang masih hidup dengan roh-roh orang yang telah mati biasanya dibantu oleh jasa medium perantara yang dikenal dengan nama syaman atau dukun atau pa-ranormal dan sejenisnya. Lewat mereka orang-orang bisa berkomunikasi dengan roh para leluhurnya. Demikian kepercayaan animisme yang ternyata sampai se- karang masih dilakukan dan ditiru oleh banyak orang. Bahkan ada yang dengan sengaja memanggil roh sembarang dengan ritual tertentu yang disebut jelang-kung. Semua itu adalah agama dan ritual animisme.
Ajaran animisme ini masih dianut pula oleh beberapa bangsa yang maju, seperti bangsa Jepang dengan agama Shinto-nya. Bahkan Shinto sendiri berarti “perjalanan roh” karena berasal dari kata “Shen” yang bermakna roh dan “Tao” yang bermakna “jalannya dunia, bumi dan langit”. Dalam agama Shinto penganut nya diwajibkan menyembah kepada roh yang mereka sebut dengan “ kami “, yang terdiri dari arwah para leluhur tiap-tiap suku, arwah para pahlawan dan ar-wah nenek moyang masing-masing keluarga.
Dalam agama Hindu dan Budha pun pemujaan kepada arwah nenek mo yang pun disakralkan, meski dalam bentuk yang lain. Mereka memang tidak se-cara terang-terangan menyembah kepada arwah leluhur, karena pemujaan yang mereka lakukan kepada banyak dewa telah menyedot seluruh peribadatan mere- ka. Namun dalam praktek kesehariannya, mereka pun tidak lepas dari memohon pertolongan dan bantuan kepada arwah para leluhur. Praktek pemujaan kepada roh ini akan semakin jelas bila kita mengamati para pelaku tapa brata atau tapa yoga yang tujuannya adalah untuk melepaskan suksmanya sehingga bisa me-langlang buana berinteraksi dengan kehidupan di alam roh. Atau bisa pula kita jumpai pada ritual mereka yang mengirimkan beberapa sesajen sebagai makan-an bagi arwah leluhurnya pada hari-hari tertentu. Ada pula kebiasaan sebagian mereka yang membakar uang atau replika dari bentuk rumah, mobil dan sejenis-nya dengan niat untuk diberikan kepada roh orang yang meninggal agar bisa di-pakai oleh mereka di alam roh. Bila tidak ada yang mengirimkan barang-barang tersebut, maka di alam roh orang tersebut akan kebingungan tidak punya uang, tidak punya baju, makanan, rumah, mobil dan lain-lain.
Kepercayaan animisme ini masih pula dianut oleh sebagian besar kaum muslimin dengan meyakini bahwa roh sanak keluarga yang baru meninggal ma-sih berada di rumah hingga 7 ( tujuh ). 40 ( empat puluh ) atau 100 ( seratus ) ha-ri. Sehingga mereka perlu menggelar selamatan pada hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100 dan ke-1000 dalam rangka mengantar rohnya kembali ke alamnya atau de-ngan alasan-alasan sejenis lainnya. Pada saat ini, ritual animisme ini disebut de-ngan istilah “tahlilan” atau “yasinan” karena dimasukkannya pembacaan tahlil dan surat yasin di dalamnya. Yang kita permasalahkan bukan semata bid’ahnya pembacaan tahlil dan surat yasin dalam acara tersebut, namun yang lebih me-ngerikan adalah penyimpangan pelakunya dari ajaran Islam yang tidak mengenal pemujaan roh, kepada ajaran animisme yang kental dengan pemujaan kepada roh. Inilah kesyirikan yang tidak pernah disadari oleh para pelakunya.
Yang menjadi pertanyaan sekarang yaitu : apa pengertian dari roh itu ? Roh bermakna : “ Sesuatu yang denganya ada kehidupan bagi jiwa.”
Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir rohimahulloh : “ Sesungguhnya ruh adalah asal da-ri jiwa dan merupakan unsur penyusunnya, jiwa sendiri tersusun darinya dan dari hubungannya dengan badan, yaitu dengan satu arah saja tidak dari berbagai arah, inilah makna yang bagus ( tentang ruh ).”
Ada pun tentang perincian detail tentang ruh, tidak ada manusia yang mengeta-hui, karena urusan ruh adalah monopoli ilmu Alloh Subhanahu wa Ta’ala, seba-gaimana firman-Nya :
يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِ , قُلِ : الرُّوْحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّيْ وَ مَا أُوْتِيْتُ مِنَ الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيْلاً
“ Mereka bertanya kepadamu tentang Ruh, katakanlah : “ Ruh itu termasuk urus-an Tuhan-ku dan aku tidak diberikan ilmunya kecuali sedikit.” [ Qs. Al-Isro’ : 17 ]
Berkata Dr.Muhammad Sulaiman Al-Asyqor : “ Sesungguhnya Alloh telah memo- nopoli tentang ilmunya, tidak memberitahukannya kepada para nabi-Nya.”
Demikian pula perkaranya, ketika ruh dicabut dari badannya oleh Malai-kat Maut, hakekat keberadaannya hanya Alloh ta’ala yang mengetahui. Kita ha-nya dapat mengetahui melalui sejumlah riwayat yang shohih bahwa ruh itu akan dikembalikan ke badannya untuk menjawab sejumlah pertanyaan dari Malaikat Munkar dan Nakir, yaitu dalam kehidupan di alam barzah. Kemudian bagi yang bisa menjawab pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir akan mendapatkan nik-mat kubur, sedangkan yang tidak mampu menjawab dengan benar akan meneri-ma siksa kubur.
Bila kita menelusuri seluruh riwayat tentang alam qubur atau alam bar-zah, kita bisa dapati bahwa tidak ada satu pun riwayat yang shohih yang dapat di jadikan pembenar bagi faham animisme. Semua cerita tentang roh-roh orang ma ti yang menengok familinya, membantu orang yang minta tolong kepadanya atau pun yang pada bergentayangan sebagaimana banyak ditayangkan dalam film-film horor dan mistik hanyalah bersumber dari hadits-hadits palsu dan cerita-ceri- ta khurofat dan tahayyul.
Dalam masyarakat yang masih bodoh dengan ajaran tauhid dan ‘aqidah yang lurus, syetan sering mempermainkan mereka dengan menjelma menjadi so sok orang yang telah mati lalu menampakkan dirinya mendatangi keluarga dan para sahabatnya. Sesungguhnya yang datang kepada keluarga dan orang-orang di sekitarnya bukanlah ruh orang yang mati itu, karena ruh sedang mengalami siksa kubur atau nikmat kubur. Yang datang itu tidak lain adalah jin, terutama jin qorin, yaitu jin pendamping orang tersebut semasa hidupnya. Karena setiap ma-nusia pasti didampingi oleh 2 ( dua ) qorin ( pendamping ) yaitu dari bangsa jin yang senantiasa membisikkan kejelekan dan dari bangsa malaikat yang senantia sa mengajak kepada kebaikan. Setelah seseorang meninggal dunia, maka jin qo rinnya pun pergi meninggalkan tubuhnya, dan terkadang sering menampakkan di ri kepada orang-orang dengan rupa dan wujud dari orang mati tersebut. Oleh ka-rena itu Mujahid pernah berkata : “ Syetan selalu menampakkan diri kepadaku dalam rupa Ibnu ‘Abbas ketika aku sedang sholat, maka aku pun teringat ucapan Ibnu ‘Abbas, lalu aku membawa pisau, maka ketika ia menampakkan diri kembali aku tusuk ia dengan pisau hingga ia roboh, dan tidaklah aku melihatnya lagi sete lah itu.” [ AR. Al-Hafizh Abu Bakar Al-Baghondi ]
Demikian pula sosok yang menampakkan diri ketika seseorang beri’tikaf di makam seorang nabi atau wali atau seorang sholih, sesungguhnya ia adalah syetan, karena mereka yang telah mati tidak mungkin ruhnya bisa keluar mene-mui peziarahnya untuk mengabulkan segala hajat mereka. Sehingga para pemu-ja kuburan ( quburiyyin ) tidaklah bertemu dengan ruh orang yang dikubur, na- mun sebenarnya mereka hanya bertemu dengan syetan yang menjelma.

*Kepercayaan manusia masa Praaksara

Sistem kepercayaan telah berkembang pada masa manusia praaksara. Mereka menyadari bahwa ada kekuatan lain di luar mereka. Oleh sebab itu, mereka berusaha mendekatkan diri dengan kekuatan tersebut. Caranya ialah dengan mengadakan berbagai upacara, seperti pemujaan, pemberian sesaji, atau upacara ritual lainnya. Beberapa sistem kepercayaan manusia purba adalah seperti berikut.

a.         Animisme
Animisme adalah kepercayaan terhadap roh yang mendiami semua benda. Manusia purba percaya bahwa roh nenek moyang masih berpengaruh terhadap kehidupan di dunia. Mereka juga memercayai adanya roh di luar roh manusia yang dapat berbuat jahat dan berbuat baik. Roh-roh itu mendiami semua benda, misalnya pohon, batu, gunung, dsb. Agar mereka tidak diganggu roh jahat, mereka memberikan sesaji kepada roh-roh tersebut.
b.        Dinamisme
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat memengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup. Mereka percaya terhadap kekuatan gaib dan kekuatan itu dapat menolong mereka. Kekuatan gaib itu terdapat di dalam benda-benda seperti keris, patung, gunung, pohon besar, dll. Untuk mendapatkan pertolongan kekuatan gaib tersebut, mereka melakukan upacara pemberian sesaji, atau ritual lainnya.
c.         Totemisme
Totemisme adalah kepercayaan bahwa hewan tertentu dianggap suci dan dipuja karena memiliki kekuatan supranatural. Hewan yang dianggap suci antara lain sapi, ular, dan harimau.
Dalam melaksanakan upacara penyembahannya, manusia purba membuat berbagai bangunan dari batu. Masa ini disebut sebagai kebudayaan Megalithik atau Megalithikum (kebudayaan batu besar). Bangunan-bangunan tersebut masih dapat ditemui saat ini. Sarana upacara ritual manusia purba antara lain :  Peti kubur batu, bangunan yang berfungsi sebagai peti jenazah. Peti kubur ada yang berbentuk kotak persegi panjang, ada pula yang berbentuk kubus dan memiliki tutup dari batu bergambar (disebut juga waruga), serta ada pula yang berbentuk menyerupai mangkuk (disebut juga sarkofagus). Di dalamnya, selain jenazah, juga terdapat ‘bekal kubur’.
Sistem kepercayaan tersebut diatas menjadi cikal bakal dari Agama Ardhi, atau agama yang berasal dari bumi dimana agama ini hasil usaha dari manusia untuk menemukan sumber kekuatan yang berada d luar manusia.(Sudartoyo Putra Muria)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar